5.
Aktivitas Antitumor
Artepillin C diekstrak dari propolis Brasilia. Artepillin C (3,5-diprenyl-4-hydroxycinamic acid) mempunyai bobot molekul 300.40 dan
menunjukkan aktivitas anti bakteri. Ketika artepillin
C diaplikasikan pada sel-sel tumor malignan manusia dan tikus putih secara in vitro dan in vivo, menunjukkan efek sitotoksik dan secara nyata pertumbuhan
sel-sel tumor dihambat. Artepillin ini
juga ditemukan dapat merusak sel-sel tumor padat dan sel-sel leukemia dengan assay MTT, assay sintesis DNA, dan penelitian morfologi secara in vitro. Ketika xenograft sel-sel tumor manusia ditransplantasikan ke “tikus
gundul”, efek artepillin C yang
paling nyata terlihat pada carcinoma dan melanoma
malignant. Apoptosis, mitosis
abortif, dan terkombinasi dengan nekrosis masif teridentifikasi dengan
observasi histologi setelah injeksi intra-tumor 500 g artepillin C tiga kali seminggu. Selain itu untuk penekanan
pertumbuhan tumor, terjadi peningkatan rasio CD4/CD8 sel-T dan jumlah total
Sel-T pembantu. Penemuan-penemuan itu mengindikasikan bahwa artepillin C mengaktifkan sistem immune
dan menunjukkan kasiat sebagai anti-tumor langsung (Kimoto et al., 1998).
Dalam
percobaan-percobaan menggunakan karsinogen renal
ferric nitrilotriacetate (Fe-NTA)
pada tikus ddY jantan, kanker pulmunary
primer juga terinduksi dalam jaringan-jaringan bronchiolar dan aveolar.
Senyawa 4-hydroxy-2-nonenal (4-HNE)
dan 8-hydroxy-2’-deoxyguansine (0-OHdG),
produk proses oksidatif, meningkat dalam sel-sel bronchilar dan alveolar
setelah pemberian Fe-NTS. Senyawa-senyawa ini menghilang setelah pemberian
propolis atau artepillin C, yang
terlihat secara histokemikal, dan berkorelasi dengan pengaruh suatu antikanker prophylactic dari propolis dan artepillin C. Dari penelitian-penelitian ini, perksidasi lipida
terlihat memainkan peranan penting dalam proses terjadinya kanker pulmonary. Progresi malignant berasal dari ademoma bronchiolar
dan alveoral menjadi tumor
malignant (ganas) terjadi melalui transformasi secara bertahap. Dalam studi
ini, adenoma menjadi adenocarcinoma dan sel carcinoma besar, sebagai hasil induksi
oleh Fe-NTA pada tikus kontrol, ademoma
menunjukkan proliferasi nyata dari macrophage
dan aktivitas antioksidan lokal setelah perlakuan baik dengan propolis maupun artepilin C. Propolis dan artepillin C, dengan demikian merupakan
penghambat peroxidasi lipida dan penghambat perkembangan kanker pulmonary (Kimoto at al., 2001).
Cjia-Nina et al. (2004) mengisolasi dan mengkarakterisasi
dua macam prenylflavanone, propilin A dan propilin B dari propolis Taiwan dan melaporkan kedea senyawa itu
menginduksi apoptosis pada sel-sel melanoma manusia dan secara nyata menghambat
aktivitas enzim xanthine oxidase.
Selain itu mereka juga mengisolasi senyawa ketiga propilin C. Struktur propilin
C telah dikarakterisasi dan sama dengan nymphaeol-A.
Namun demikian tidak ada aktivitas biologi senyawa ini yang pernah dilaporkan. Propilin C ditemukan sefektif
menginduksi efek sitotoksik terhadap sel-sel melanoma manusia. Analisis
sitometrik aliran DNA mengindikasikan bahwa propilin
C aktif menginduksi apoptosis sel-sel melanoma manusia dan tercatat adanya
penghilangan sel-sel dari fase G2/M dari siklus sel. Tingkat procaspase-8, Bid, procaspase-3 dan poly (ADP-ribose) polymerase menurun
bergantung pada dosis dan waktu aplikasi. Selanjutnya, propilin C mampu melepaskan cytochrome C dari mitokondria ke cytosol. Penemuan ini menghasilkan dugaan bahwa propilin C mungkin mengaktifkan
apotopsis yang termediasi mitokondria. Selain itu, propilin C merupakan agen antioksidan potensial dan menunjukkan
kapabilitas sebagai pemulung (scaavenger)
radikal bebas dan menghambat aktivitas enzim xanthine oxidase. Bazo et al.
(2002) menduga bahwa propolis mempunyai pengaruh protektif dalam proses
karsinogenis kanker colon pada tikus dan menekan perkembangan preneoplastic lesions.
PM-3 (3-[2-dimethyl-8-(3-methyl-2-butenyl) benzopyran]-6-propenoic acid) yang diisolasi dari propolis Brasilia terbukti
menghambat pertumbuhan sel-sel kanker payudara manusia MCF-7. Efek ini
berasosiasi dengan penghambatan prograsi siklus sel dan induksi apoptosis.
Perlakuan sel-sel MCF-7 dengan sel-sel tertangkap PM=3 dalam fase G1 dan
menghasilkan pengurangan level protein cyclin
D1 dan cyclin E. PM-3 juga
menghambat ekspresi cyclin D1 pada
taraf transkripsional ketika diuji dalam assay promotor cyclin D1 luciferase. Induksi apoptosis oleh PM=3 terjadi dalam 48
jam setelah perlakuan pada sel-sel MCF-7.Sel-sel yang diberi MCF-7 juga
menunjukkan pengurangan level protein reseptor estrogen (ER) dan penghambatan
aktivitas promotor estrogen response
element (ERE) (Luo et al., 2001).
Aplikasi topikal
CAPE, konstituen propolis sarang lebah madu, pada punggung tikus CD-1 yang
sebelumnya diinisiasi 7,12-dimethylbenz
inverted question markanthracene (DMBA) menghambat promosi tumor yang
diinduksi dengan 12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate (TPA) dan menghambat pembentukan
5-hydroxymethyl-2’-deoxyuridine (HMdU) dalam DNA epidermal.
Hasil-hasil tersebut menunjukkan potensi pengaruh penghambatan CAPE pada
promosi tumor yang diinduksi TPA dan pembentukn HMdU yang diinduksi TPA dalam
DNA kulit tikus yang sama dengan pengaruh penghambatan CAPE pada sintesis DNA,
RNA dan kultur protein sel-sel HeLa (Huang et
al., 1996).
Sembilan senyawa
kimia telah diuji dengan assay 3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide pada pertumbuhan buccal mucosal fibroblast (BF), oral
submucosal fibroblast (OSF), neck
metastasis gingival carcinoma (GNM) dan tongue
squamous cell carcinoma (TSCCa). CAPE dan analog ethylnya menunjukkan
sitotoksik yang signifikan pada sel-sel OSF, GNM dan TSCCa, tetapi tidak pada
sel-sel BF. Hasil ini menghasilkan dugaan bahwa senyawa-senyawa mirip-CAPE
mungkin berpotensi sebagai agent kemoterapi kanker mulut (Lee et al., 2000).
Propolis lebah
madu kaya akan derivat asam sinamat (cinnamic
acid). Baccharin dan drupanin dari propolis lebah madu
Brasilia adalah derivat asam sinamat yang mengandung prenyl moieties. Akhir-akhir ini, dua derivat asam sinamat tersebut
ditemukan memiliki aktivitas tumorisida secara in vivo dalam sel-sel sarcoma
S-180 yang tumbuh pada tikus. Selanjutnya, kedua senyawa ini mungkin
menginduksi kematian sel tumor, dengan sototoksik lebih lemah terhadap sel-sel hematopoietic dibandingkan dengan
obat-obat anti-kanker (Mishima et al.,
2005). Chrysin di alam, adalah senyawa
aktif secara biologi yang diekstrak dari madu dan propolis. Senyawa ini
menunjukkan potensi anti-inflamasi, anti-kanker dan berkasiat sebagai
anti-oksidan. Chrysin secara
signifikan dapat menekan protein COX-2 yang diinduksi lipopolysaccharide dan ekspresi mRNA yang bergantung dosis. Faktor
inti untuk IL-6 telah diidentifikasi bertanggung-jawab pada down regulation COX-2 yang dimediasi chrysin (Woo et al., 2005).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar